LAPORAN KEGIATAN
1.Pengertian Laporan
>>Laporan adalah bentuk
penyajian fakta tentang suatu keadaan atau kegiatan, pada dasarnya fakta yang
disajikan itu berkenaan dengan tanggung jawab yang ditugaskan kepada si
pelapor.
>>Laporan adalah salah satu
bentuk komunikasi dari pihak yang satu ke pihak yang lainnya.
2.Manfaat Laporan
a.Dasar penentuan kebijakan dan pengarahan
pemimpin
b.Bahan penyusunan rencana kegiatan berikutnya
c.Mengetahui perkembangan dan proses
peningkatan kegiatan
d.Data sejarah perkembangan satuan
yang bersangkutan dan lain-lain
3.Tujuan Laporan
a.Mengenal pasti masalah
b.Memberikan maklumat dan fakta
c.Mencadangkan penyelesaian
d.Mencadangkan tindakan yang perlu dilakukan
e.Membuat kesimpulan
f.Menilai suatu penyelidikan atau aktifitas
4.Ciri
laporan yang baik
a.Ditulis dalam bahasa yang baik dan jelas
b.Didasarkan oleh fakta yang benar dan
meyakinkan
c.Disajikan secara lengkap
d.Menarik dan enak dibaca
5.Jenis
Laporan Kegiatan
1.Laporan
Ilmiah.
Laporan Ilmiah
adalah laporan yang disusun melalui tahapan berdasarkan teori tertentu dan
menggunakan metode ilmiah yang sudah disepakati oleh para ilmuwan (E.Zaenal
Arifin,1993). Dan menurut Nafron Hasjim & Amran Tasai (1992) Karangan
ilmiah adalah tulisan yang mengandung kebenaran secara obyektif karena didukung
oleh data yang benar dan disajikan dengan penalaran serta analisis yang
berdasarkan metode ilmiah.
2. Laporan
Teknis.
Laporan tentang hal
teknis penyelenggaraan kegiatan suatu badan atau instansi.Laporan teknis mengandung
data obyektif tentang sesuatu.data obyektif dalam laporan teknis itu juga
mengandung sifat ilmiah,tetapi segi kepraktisannya lebih menonjol.sehingga yang
dimaksud dengan laporan teknis adalah suatu pemberitahuan tentang tanggung
jawab yang dipercayakan,dari si pelapor (perseorangan,tim,badan,atau instansi)
kepada si penerima laporan tentang teknis penyelenggaraan suatu kegiatan
(E.Zaenal Arifin,1993).Dan menurut Muljanto Sumardi (1982) Dalam laporan teknik
manusia menggunakan bahasa tulis untuk mengkomunikasikan gagasan,paham,serta
hasil pemikiran dan penelitian.
6.Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam membuat laporan
a.Singkat dan padat
b.Runtut atau sistematis
c.Mudah dipahami isinya
d.Isinya lengkap
e.Menarik penyajiannya
f.Berpegangan pada fakta, data dan personalnya
g.Tepat pada waktunya
7.Sistimatika Laporan
Hendaknya laporan lengkap, dapat menjawab
semua pertanyaan mengenai apa (what), mengapa (why), siapa (who), dimana
(where), kapan (when), bagaimana (how).
Urutan isi laporan sebaiknya diatur, sehinggan
penerima laporan dapat mudah memahami.
Urutan isi laporan antara lain sebagai berikut
:
1.Pendahuluan
Pada pendahuluan disebutkan tentang :
a.Latar belakang kegiatan A
b.Dasar hukum kegiatan
c.Apa maksud dan tujuan kegiatan
d.Ruang lingkup isi laporan
2.Isi
Laporan
Pada bagian ini dimuat segala sesuatu yang
ingin dilaporkan antara lain :
a.Jenis kegiatan
b.Tempat dan waktu kegiatan
c.Petugas kegiatan
d.Persiapan dan rencana kegiatan
e.Peserta kegiatan
f.Pelaksanaan kegiatan (menurut bidangnya, urutan
waktu pelaksanaan, urutan fakta atau datanya
g.Kesulitan dan hambatan
h.Hasil kegiatan
i.Kesimpulan dan saran penyempurnaan kegiatan
yang akan datang.
3.Penutup
Pada kegiatan ini ditulis ucapan terima kasih
kepada yang telah membantu penyelenggaraan kegiatan itu dan permintaan maaf
bila ada kekurangan-kekurangan. Juga dengan maksud apa laporan itu dibuat.
Laporan
ilmiah dan semi
ilmiah
Laporan ilmiah
Laporan Ilmiah adalah karangan ilmu
pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodolog penulisan yang
baik dan benar. Adapun jenis karangan ilmiah yaitu :
•Makalah: karya tulis yang menyajikan suatu
masalah yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat
empiris-objektif (menurut bahasa, makalah berasal dari bahasa Arab yang berarti
karangan).
•Kertas kerja: makalah yang memiliki tingkat
analisis lebih serius, biasanya disajikan dalam lokakarya.
•Skripsi: karya tulis ilmiah yang mengemukakan
pendapat penulis berdasar pendapat orang lain.
•Tesis: karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih
mendalam daripada skripsi.
•Disertasi: karya tulis ilmiah yang
mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasar data dan
fakta yang sahih dengan analisi yang terinci
Laporan Ilmiah adalah tulisan yang berisi
argumentasi penalaran keilmuan, yang dikomunikasikan lewat bahasa tulis yang
formal dengan sistematis-metodis dan sintesis-analitis.
Contoh Laporan ilmiah :
Menyusun sebuah kamus yang benar-benar lengkap
sehingga dapat disebut sebagai kamus lengkap memang sangat berat. selain
dibutuhkan pikiran, tenaga, waktu, serta biaya yang hampir-hampir tidak dapat
dibatasi, ada hal lain yang menjadi syarat kelengkapan itu.
Laporan semi ilmiah
Laporan Semi Ilmiah adalah sebuah penulisan
yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannyapun tidak
semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang
sintesis-analitis karena sering di masukkan karangan non-ilmiah. Maksud dari
karangan non-ilmiah tersebut ialah karena jenis Semi Ilmiah memang masih banyak
digunakan misal dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman dan
cerpen.
Karakteristiknya : berada diantara ilmiah.
contoh wacana semi ilmiah :
Laporan semi-ilmiah adalah tulisan yang berisi
informasi faktual, yang diungkapkan dengan bahasa semiformal, tetapi tidak
sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering
“dibumbui” dengan opini pengarang yang kadang-kadang subjektif.
CONTOH
LAPORAN ILMIAH
LAPORAN
KERUSAKAN EKOSISTEM PERAIRAN KHUSUSNYA TERUMBU KARANG AKIBAT ALAT
TANGKAP IKAN YANG ILEGAL (ILEGAL FISHING)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan
panjang garis pantai lebih dari 95.000 km dan juga memiliki lebih dari 17.504
pulau. Keadaan tersebut menjadikan Indonesia termasuk kedalam Negara yang
memiliki kekayaan sumberdaya perairan yang tinggi dengan sumberdaya hayati
perairan yang sangat beranekaragam. Keanekaragaman sumberdaya perairan
Indonesia meliputi sumberdaya ikan maupun sumberdaya terumbu karang. Terumbu karang
yang dimiliki Indonesia luasnya sekitar 7000 km2 dan memiliki lebih dari 480
jenis karang yang telah berhasil dideskripsikan. Luasnya daerah karang yang ada
menjadikan Indonesia sebagai Negara yang memiliki kenekaragaman ikan yang
tinggi khususnya ikan-ikan karang yaitu lebih dari1.650 jenis spesies ikan
(Burke et al, 2002 dalam Zainarlan, 2007).
Gambar : Sumber daya hayati
Gambar : Sumber daya hayati
Proses pemanfaatan sumberdaya perikanan di
Indonesia khususnya untuk ikan-ikan karang saat ini banyak yang tidak sesuai
dengan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Hal ini disebabkan
oleh semakin bertambahnya kebutuhan dan permintaan pasar untuk ikan-ikan karang
serta persaingan yang semakin meningkat. Keadaan tersebut menyebabkan nelayan
melakukan kegiatan eksploitasi terhadap ikan-ikan karang secara besar-besaran
dengan menggunakan berbagai cara yang tidak sesuai dengan kode etik perikanan
yang bertanggung jawab. cara yang umumnya digunakan oleh nelayan adalah
melakukan illegal fishing yang meliputi pemboman, pembiusan, dan penggunaan alat tangkap trawl. Semua cara yang dilakukan
oleh nelayan ini semata-mata hanya menguntungkan untuk nelayan dan memberikan
dampak kerusakan bagi ekosistem perairan khususnya terumbu karang.
1.2
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan Makalah Ekologi
Perairan “Kerusakan ekosistem perairan khususnya terumbu karang akibat illegal
fishing” adalah sebagai berikut :
1.Agar mahasiswa/i dapat mengetahui Dampak
dari Illegal Fishing terhadap
ekosistem perairan terutama terumbu karang .
2.Agar mahasiswa/i dapat mengetahui apa saja
Illegal Fishing itu dan jenis
kerusakan yang dihasilkannya.
3. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana
kekinian masalah tersebut dan solusi
yang pernah diajukan.
4. Agar mahasiswa/i dapat turut memberikan
solusinya ternyadap masalah yang dibahas.
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari gagasan ini
agar dapat tercipta sistem penangkapan ikan yang baik tanpa merusak ekosistem
perairan terutama terumbu karang. Dan dapat mengubah pola pikir nelayan yang
hanya ingin untung tapi tidak peduli pada ekosistem perairan terutama terumbu
karang yang justru sangat berpengaruh pada perkembangan ikan di
perairan.Sehingga pada akhirnya perairan dapat terjaga dan hasil tangkapan
nelayan dapat lebih melimpah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Terumbu Karang dan Fungsinya
Terumbu karang (coral reefs) merupakan
ekosistem laut tropis yang terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat
(lebih dari 22oC), memiliki kadar CaCO3 (Kalsium Karbonat) tinggi, dan
komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang keras. Kalsium Karbonat ini
berupa endapan masif yang dihasilkan oleh organisme karang (filum Scnedaria,
klas Anthozoa, ordo Madreporaria Scleractinia), alga berkapur, dan organisme
lain yang mengeluarkan CaCO3 (Guilcher, 1988).
Arah perkembangan terumbu organik dikontrol
oleh keseimbangan ketiga faktor yaitu hidrologis, batimetris, dan biologis.
Jika ketiga faktor seimbang, terumbu berkembang secara radial dan
akan terbentuk terumbu paparan dan apabila pertumbuhan ini berlanjut akan
terbentuk terumbu pelataran bergoba. Namun jika perkembangan radial dibatasi
oleh kondisi batimetri akan terbentuk terumbu paparan lonjong. Terumbu yang
terakhir ini tidak membentuk lagun yang benar dan depresi menyudut merupakan
penyebaran pasir. Sedangkan terumbu paparan dinding terbentuk pada kondisi
batimetris dan hidrologis tidak simetris, di mana perkembangan terumbu terbatas
pada satu atau dua arah. Kondisi ini akan menghasilkan perkembangan terumbu
secara linier, dan membentuk terumbu dinding berupa terumbu dinding tanduk dan
terumbu dinding garpu. Terbentuknya terumbu dinding garpu ini menunjukkan
adanya arus pasang surut yang kuat. (Zuidam, 1985).
Trumbu karang mempunyai fungsi yang amat
penting bagi kehidupan laut. Fungsi-fungsi tersebut diantaranya:
1.Sebagai Spawning Ground dan Nursery Ground.
Secara alami, terumbu
karang merupakan habitat bagi banyak spesies
laut untuk melakukan pemijahan, peneluran,
pembesaran anak, makan dan mencari makan
(feeding & foraging), terutama
bagi sejumlah spesies yang memiliki nilai
ekonomis penting.
2.Sebagai pelindung sempadan pantai, dan
ekosistem pesisir lain
(padang lamun dan hutan mangrove) dari
terjangan arus kuat dan gelombang besar.
2.2
Kegiatan dan Dampak dari Illegal Fishing
Illegal fishing merupakan kegiatan penangkapan
yang dilakukan oleh nelayan tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode
etik penangkapan bertanggung jawab Illegal fishing termasuk kegiatan mall
praktek dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan yang merupakan kegiatan
pelanggaran hukum. Kegiatan illegal fishing umumnya bersifat merugikan bagi
sumberdaya perairan yang ada. Kegiatan ini semata-mata hanya akan memberikan
dampak yang kurang baik baik ekosistem perairan akan tetapi memberikan
keuntungan yang besar bagi nelayan.
Gambar : Terumbu karang yang rusak
Gambar : Terumbu karang yang rusak
Dalam kegiatan panangkapan yang dilakukan
nelayan dengan cara dan alat tangkap yang bersifat merusak yang dilakukan oleh
nelayan khususnya nelayan traditional. Untuk menangkap sebanyak-banyaknya
ikan-ikan karang yang banyak digolongkan kedalam kegiatan illegal fishing
karena kegiatan penangkapan yang dilakukan semata-mata memberikan keuntungan
hanya untuk nelayan tersebut dampak berdampak kerusakan untuk ekosistem karang.
Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam melakukan penangkapan dan
termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap yang
dapat merusak ekosistem seperti kegiatan penangkapan dengan pemboman,
penangkapan dengan menggunakan racun serta penggunaan alat tangkap trawl pada
daerah yang karang.
2.2.1 Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan
peledak
Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan
peledak merupakan cara yang sering digunakan oleh nelayan traditional didalam
memanfaatkan sumberdaya perikanan khususnya didalam melakukan penangkapan
ikan-ikan karang. Penangkapan ikan-ikan karang dengan menggunakan bahan peledak
dapat memberikan akibat yang kurang baik baik bagi ikan-ikan yang akan
ditangkap maupun untuk karang yang terdapat pada lokasi penangkapan. Penggunaan
bahan peledak dalam penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang menimbulkan
efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada di
sekitar lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan
merupakan sasaran penangkapan. Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak
berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu karang.
Penggunaan bahan peledak di daerah terumbu
karang akan menghancurkan struktur terumbu karang dan dapat meninggalkan
gunungan serpihan karang hingga beberapa meter lebarnya (Hamid, 2007). Selain
memberi dampak yang buruk untuk karang, kegiatan penangkapan dengan menggunkan
bahan peledak juga berakibat buruk untuk ikan-ikan yang ada. Ikan-ikan yang
ditangkap dengan menggunakan bahan meledak umumnya tidak memiliki kesegaran
yang sama dengan ikan-ikan yang ditangkap dengan menggunakan alat tangkap ramah
lingkungan.Walaupun demikian adanya, nelayan masih tetap
menggunakan bahan peledak didalam melakukan kegiatan penangkapan karena hasil
yang mereka peroleh cendrung lebih besar dan cara yang dilakukan untuk
melakukan proses penangkapan tergolong mudah.
2.2.2
Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan beracun
Selain penggunaan bahan peledak didalam
penangkapan ikan diderah karang, kegiatan yang marak dilakukan oleh nelayan
adalah dengan menggunakan obat bius atau bahan beracun lainnya. Bahan beracun
yang umum dipergunakan dalam penangkapan ikan dengan pembiusan seperti sodium
atau potassium sianida. Seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen
terhadap ikan hias dan hidup memicu nelayan untuk melakukan kegiatan
penangkapan yang merusak dengan menggunakan racun sianida. Kegiatan ini umum
dilakukan oleh nelayan untuk memperoleh ikan hidup.
Hasil yang diperoleh dengan cara ini memang
merupakan ikan yang masih hidup kan tetapi penggunaannya pada daerah karang
memberikan dampak yang sangat besar bagi terumbu karang. Selain itu penangkapan
dengan cara ini dapat menyebabkan kepunahan jenis-jenis ikan karang tertentu.
Racun tersebut dapat menyebabkan ikan besar dan kecil menjadi mabuk dan mati.
Disamping mematikan ikan-ikan yang ada, sisa racun dapat menimbulkan dampak
negatif bagi kehidupan terumbu karang, yang ditandai dengan perubahan warna
karang yang berwarna warni menjadi putih yang lama kelamaan karang menjadi
mati. Indikatornya adalah karang mati
2.2.3
Kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap trawl
Kegiatan lain yang termasuk kedalam kegiatan
illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang.
Kegiatan ini merupakan kegiatan penangkapan yang bersifat merusak dan
tidak ramah lingkungan. Penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang dapat
dilihat pada kasus yang terjadi di perairan Bagan Siapi-Api Provinsi Sumatera
Utara dan di Selat Tiworo Provinsi Sulawesi Tenggara. Sebagaimana telah kita
ketahui bersama, penggunaan alat tangkap ini sudah dilarang penggunaannya di
Indonesia karena alat tangkap tersebut termasuk kedalam alat tangkap yang
sangat tidak ramah lingkungan karena memiliki selektifitas alat tangkap yang
sangat buruk. Nelayan di sulawesi Utara cendrung tidak memperdulikan hukum yang
ada. Mereka tetap melakukan proses penangkapan dengan menggunakan alat tangkap
trawl. Alat yang umumnya digunakan oleh nelayan berupa jaring
dengan ukuran yang sangat besar, memilki lubang jaring yang sangat rapat
sehingga berbagai jenis ikan mulai dari ikan berukuran kecil sampai dengan ikan
yang berukuran besar dapat tertangkap dengan menggunakan jaring tersebut.
Cara kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal
yang mana menyapu ke dasar perairan. Akibat penggunaan pukat harimau secara
terus menerus menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis
sumber daya perikanan. Hal ini dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah
tertangkap oleh alat ini sehingga tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan
memperbanyak spesiesnya. Selain hal tersebut, dampak yang ditimbulkan oleh
penggunaan alat tangkap ini pada daerah karang adalah rusaknya terumbu karang
akibat tersangkut ataupun terbawa jarring. Jarring yang tersangkut akann
menjadi patah dan akhirnya menghambat pertumbuhan dari karang itu sendiri.
Apabila hal ini terus berlanjut maka ekosistem karang akan mengalami kerusakan
secara besar-besaran dan berakibat pada punahnya ikan-ikann yang berhabitat
pada daerah karang tersebut.
2.3
Beberapa Contoh Kerusakan Terumbu Karang di Indonesia
Kerusakan Karang akibat penggunaan bahan
beracun khususnya dengan menggunakan sianida dapat dilihat dari kasus pulau
Panambungan di Sulawesi Selatan. Berdasarkan data penelitian yang dilakukan
pada tahun 2007 di ketahui bahwa di pulau Panambungan secara umum terumbu
karangnya berada dalam kondisi rusak. Kerusakan ini diakibatkan oleh penggunaan
bahan beracun pada saat melakukan kegiatan penangkapan. Keadaan ini diperkuat
lagi karena sebagian wilayah pulau ini tidak berpenghuni sehingga tidak adanya
pengawasan dan memberikan ruang gerak kepada nelayan untuk melakukan
penangkapan illegal fishing secara leluasa.
Kendari (ANTARA News) 19 Januari 2011 –
Tingkat kerusakan terumbu karang dan padang lamun di wilayah pesisir Sulawesi
Tenggara memperihatinkan karena telah mencapai tingkat kerusakan 40 persen.
Kepala Bidang Pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Sultra Ridwan Bolu di
Kendari, mengatakan tingginya kerusakan terumbu karang dan padang lamun terjadi
karena penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.
Informasi dari instansi terkait di beberapa
daerah pesisir utara jawa menyebutkan. Kabupaten Batang, kawasan terumbu karang
Kretek. Berdasarkan hasil survei, persentase tutupan karang keras yang masih
hidup hanya sebesar 6%. Karang yang dijumpai pada transek hanya satu jenis,
yaitu Porites lobata, dengan bentuk pertumbuhan massive (batu bulat besar) dan
submassive Suara Merdeka, 2008).
Dari Rembang Badan Keswadayaan Masyarakat
(BKM) ‘Tirto Mulyo’ memrediksi sekitar 180 hektar terumbu karang di perairan
Rembang sudah rusak. “Sisanya hanya sekitar 30 hektar terumbu karang yang masih
baik,”. Tiga terumbu karang di wilayah perairan Kendal kondisinya rusak parah.
Yakni di Karang Kelop, Karang Rome-rome, dan Karang Tandes. Ketiga terumbu
karang itu berada di lepas pantai sejauh 3 mil dari arah Desa Jungsemi, Kec
Kangkung. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Rembang drh.
Khumaidi, ketiga terumbu karang itu luasnya sekitar 7 hektar.
Kondisi terumbu karang di P. Panjang Kabupaten
Jepara, termasuk dalam kondisi rusak. Hasil ini menunjukkan penurunan dari
penelitian yang dilakukan oleh Haryono (2001) dan Lutfi (2003). Penelitian yang
dilakukan oleh Haryono pada tahun 2001 menunjukkan kondisi terumbu karang di P.
Panjang dalam keadaan baik dengan persentase penutupan karang sebesar 49,46%,
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Lutfi (2003) menunjukkan penurunan
dengan penutupan karang hidup yang hanya sebesar 19,08 %. Hal ini
mengindikasikan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Panjang mengalami
penurunan dari tahun ke tahun.
Pulau air di reklamasi oleh PT Siti Tanjung
lenkap dengan boulevard dan dermaganya. Diperkirakan, luas Pulau Air setelah
direklamasi, meningkat dua kali lipat dari luas semula. Inilah yang menyebabkan
terumbu karang di sekitar pulau tersebut menjadi rusak. Untuk pembuatan gerbang
raksasa, PT Siti Tanjung, setidaknya telah mengeruk lahan 12 ribu meter persegi
dengan kedalaman keruk dua meter. Akibat dari pembangunan tersebut setidaknya,
Indonesia akan kehilangan 10 hektar lahan terumbu karang yang merupakan nursery
dan feeding ground bagi banyak populasi organisme laut dan terancam kepunahan
bagi spesies yang di kategorikan langka.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi
Biota Laut Ambon dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Augy
Syahailatua, mengatakan saat ini tinggal 10 persen terumbu karang di wilayah
perairan Maluku yang masih bagus. Sedangkan sisanya rusak.
Sekitar 50 persen terumbu karang di Provinsi
Bangka Belitung (Babel) rusak akibat sedimentasi lumpur yang berasal dari
aktivitas penambangan timah di perairan provinsi kepulauan berpenduduk 1,2 juta
jiwa tersebut. Ketua Tim Eksplorasi Terumbu Karang, Universitas Bangka Belitung
(UBB), Indra Ambalika di Pangkalpinang, menjelaskan kerusakan terjadi akibat
terumbu karang tertutup lumpur terkait kegiatan kapal isap dan tambang
inkonvensional (TI) apung yang terus menyedot timah di wilayah perairan.
2.4
Solusi Yang Telah Diajukan Dalam Jangka Panjang Yaitu COREMAP
COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and
Management Program), atau Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang,
adalah program jangka panjang yang diprakarsai oleh Pemerintah Indonesia dengan
tujuan untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara
lestari terumbu karang serta ekosistem terkait di Indonesia, yang pada
gilirannya akan menunjang kesejahteraan masyarakat pesisir.
Tujuan
dan Kegunaan
Agar pengelolaan sumberdaya dapat terlaksana
dengan baik, maka dibutuhkan sebuah rencana pengelolaan yang merupakan
perwujudan dari rencana Pemerintah Desa dan masyarakat yang sejalan dengan
strategi Pembangunan Daerah. Pembuatan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang
sebagai salah satu kegiatan pada program COREMAP II bertujuan untuk;
1.Memberikan arahan yang jelas dalam
pengelolaan sumberdaya desa, agar sasaran pengelolaan dapat dicapai sesuai
dengan yang diinginkan.
2.Mendukung program Pemerintah Desa dan Daerah
dalam meletakkan dasar pembangunan
3.Menumbuh kembangkan kesadaran dan
partisipasi masyarakat dalam membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi
pelaksanaan pengelolaan sumberdaya terumbukarang serta sumberdaya lainnya
secara mandiri dan berkelanjutan.
Kegunaan dari kegiatan pembentukan Rencana
Pengelolaan Terumbu Karang ini adalah;
1.Menjadi acuan pelaksanaan pembangunan desa
khususnya dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara berkelanjutan
2.Sebagai dasar dalam upaya peningkatan
kapasitas sumberdaya manusia pada masyarakat desa disamping peningkatan
kelembagaan ditingkat desa, baik yang telah lama terbentuk maupun lembaga yang
baru dibentuk
3.Sebagai pendukung dalam upaya percepatan
peningkatan kesejahteraan masyarakat desa khususnya
Visi
Program
Apa yang diharapkan setelah program ini
berakhir:
1.Kekayaan terumbu karang dan ekosistem
terkait dapat dilestarikan;
2.Masyarakatpesisir mencapai keseimbangan
antara lingkungan hidup dan kesejahteraan mereka;
3.Masyarakat pesisir telah berdaya untuk
melindungi sendiri lingkungan mereka;
4.Masyarakat pesisir tidak lagi terasing dari
pembangunan;
5.Kesadaran dan perilaku masyarakat semakin
baik terhadap terumbu karang;
6.Orang luar dapat menghargai apa yang telah
dilakukan masyarakat untuk melindungi terumbu karang;
7.Terciptanya pendekatan kerjasama dan
partisipasi antara masyarakat, LSM, dan Pemerintah, untuk mencapai tujuan bersama;
8.Perilaku destruktif (seperti pemboman) telah
merupakan masa lalu;
9.Nelayan telah dapat memanen ikan tak jauh
dari pantai, tak perlu lagi berlayar jauh untuk itu;
10.Anak-anak dapat bermain di pantai yang
indah.
2.5 Pencapaian COREMAP II
Sejauh ini pencapaian program COREMAP II
hampir memenuhi seluruh tujuan pada tahapan akselerasi ini, khususnya
pencapaian pada tiga komponen penting dalam program Coremap, dapat dijaabarkan
sebagai berikut: PERTAMA adalah, Penguatan kelembagaan, dan pengembangan kawasan
konservasi perairan laut daerah., Upaya Penguatan Kelembagaan Pengelolaan
Terumbu Karang di tingkat pusat dan
daerah, telah tercapai melalui kegiatan asistensi dan koordinasi yang terus
dilakukan. COREMAP telah dan terus
mendorong diterbitkannya Peraturan Daerah dan Rencana Strategis daerah
dalam Pengelolaan Terumbu Karang, Sampai saat ini sedikitnya 7 (tujuh)
Peraturan daerah kabupaten/kota dan 15 (lima belas) Rencana Strategis telah
disyahkan dan diadopsi oleh pemerintah daerah. Saat ini telah dicadangkan lebih dari 2 juta hektar Kawasan
Konservasi Perairan (KKP) Daerah di 10 lokasi program, dan lebih dari 430
daerah perlindungan laut yang telah terbentuk dan dikelola secara efektif oleh
masyarakat. Terbentuknya sistem informasi pengelolaan ekosistem terumbu karang
Terlaksananya Sistem Pengawasan Berbasis
Masyarakat dan POKMASWAS, serta terlaksananya monitoring ekologi dan sosek
secara berkala (CRITC Pusat dan Daerah); KEDUA adalah komponen Pengelolaan
Terumbu Karang berbasis masyarakat, ini meliputi: Pelatihan Perikanan Terumbu
Karang secara berkelanjutan, pemasaran Sosial Pengelolaan Terumbu Karang,
pembangunan infrastruktur sosial pendukung, penciptaan mata pencaharian
alternatif/MPA (lebih dari 4500 kegiatan MPA); Fasilitasi di Desa dan Bantuan Teknis;
Tersedianya sarana dan prasarana sosial (Fasilitas Kebersihan, Pondok
Informasi, Jetty, Perahu dll), Pembentukan Pusat Informasi Terumbu Karang di
desa, dalam hitungan angka, sampai saat ini telah terbentuk 411 LPSTK dan sekitar 2000 POKMAS dengan jumlah anggota
25.000 orang, adanya sistem pendanaan skala mikro di Masyarakat (Seed Fund) dan
Village Grant, terbentuknya 430 DPL berbasis masyarakat beserta Perdes,
berkurangnya kegiatan penangkapan destruktif secara signifikan, serta adanya
dukungan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan.kegiatan ini telah
dilaksanakan di lebih dari 300 desa, dan
dibantu oleh 728 fasilitator dan 8 NGO di 15 lokasi COREMAP. KETIGA, kegiatan Penyadaran Masyarakat dan
Pendidikan maupun kemitraan bahari. Melalui ketiga komponen penting tersebut
COREMAP II telah menunjukkan perannya untuk turut mengelola terumbu karang bagi
perikanan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Beberapa capaian
diantaranya: Terbukanya akses informasi terumbu karang secara nasional khususnya
melalui website (diakses > 3 juta orang), Publikasi di berbagai media
termasuk partisipasi dalam event skala
nasional dan internasional, Tersedia dan terlaksananya kurikulum MULOK Pesisir
dan Lautan untuk tingkat SD, SMP dan
SMA, Telah terlaksana sedikitnya 43 kegiatan Responsive Research, Pemberian
Beasiswa kepada lebih dari 1.700 orang (SMA, S1, S2, S3) serta Pelibatan lebih
dari 650 mahasiswa PKL.
2.6 Langkah Strategis yang Seharusnya Dilakukan
COREMAP memang memiliki tujuan dan visi
program yang sangat baik dalam menjaga ekosistem terumbu karang. Tapi akar
masalah yang sebenarnya yang terletak pada nelayan sendiri seakan belum bisa
ditangani dengan maksimal. Yaitu masalah dasar pola pikir nelayan,
ketidaktahuan, dan yang paling utama adalah kesejahteraan. Nelayan sering tetap
tidak peduli walau dilakukan penyuluhan akibat mengutamakan kesejahteraan
mereka. Dan mereka terlihat semakin leluasa akibat walau ada peraturan dan
hukum mereka tetap bisa leluasa melakukan aksinya dan
pemasokan bahan baku alat tangkap ilegal itu tetap dengan mudah nelayan dapat
peroleh. Pragram ini selayaknya akan sukses bila pemerintah atau penyelengara
program ini dapat lebih dekat dan mengenal kondisi nelayan masa kini. Dan juga
perlu memperoleh dukungan dari penegak hukum dan dukungan dari perhatian
pemerintah.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
kegiatan illegal fishing baik secara internal maupun secara eksternal.
Faktor-faktor yang menyebabkan kegiatan ini dapat terjadi meliputi adanya
pelaku kegiatan yang didasari karena kurangnya kesadaran akan pentingnya
sumberdaya perikanan, adanya pasokan bahan baku khususnya untuk kegiatan
pemboman dan kegiatan pembiusan, Lemahnya informasi dan pengetahuan yang
dimiliki nelayan tentang kerugian yang ditimbulkan akibat illegal fishing,
kemiskinan masyarakat nelayan, lemahnya hukum tentang perikanan, dan kurangnya
armada perikanan yang dimiliki.
Dari kesemua faktor penyebab terjadinya
kegiatan illegal fishing, kesadaran masyarakat dan kurangnya pemahaman serta
pengetahuan masyarakat tentang illegal fishing merupakan faktor penyebab yang
paling utama. Sebelum memecahkan faktor-faktor yang lain kedua faktor ini
terlebih dahulu perlu ditangani karena merupakan dasar dari terjadinya kegiatan
illegal fisnhing. apabila kedua penyebab diatas dapat teratasi maka akan dengan
sendirinya nelayan menghentikan kegiatan illegal fishing dan berpindah ke
kegiatan penangkapan yang ramah lingkungan. Tapi tetap tidak akan bertahan lama
jika masalah kesejahteraan nelayan tidak segera ditangani. Oleh sebab itu
sangat membutuhkan campur tangan pemerinta karena memang sudah seharusnya
begitu.
Sebenarnya akar permasalahan kerusakan terumbu
karang meliputi empat hal yaitu :
1.Kemiskinan masyarakat dan ketiadaan
matapencaharian alternatif
2.Ketidaktahuan dan ketidaksadaran masyarakat
dan pengguna
3.Lemahnya penegakan hukum (law enforcement)
dan
4.Kebijakan pemerintah yang belum menunjukkan
perhatian yang optimal dalam
mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan
kawasan pesisir dan lautan
khususnya terumbu karang.
Umumnya Semua faktor yang ada harus segera
dicarikan pemecahan yang baik sehingga kegiatan illegal fishing yang terjadi
dapat cepat teratasi dan tidak lagi merusak keadaan ekosistem
perairan terutama kehidupan ekosistem karang. Apabila faktor tersebut tidak
diatasi dengan baik maka diperkirakan dalam beberapa tahun kedepan akan terjadi
kerusakan ekosistem perairan secara besar-besaran khususnya daerah karang yang
berdampak pada turunnya produktifitas dari perikanan tangkap khususnya pada
daerah karang.
Antisipasi
yang dapat dilakukan terhadap illegal fishing
Dalam menanggulangi permasalahan illegal
fishing yang ada sehingga tidak berkelanjutan dan menyebabkan kerusakan yang
berdampak besar maka diperlukan solusi yang tepat untuk menekan terjadinya
kegiatan tersebut seperti:
1.Peningkatan kesadaran masyarakat nelayan
akan bahaya yang ditimbulkan dari
illegal fishing.
2.Peningkatan pemahaman dan pengetahuan
nelayan tentang illegal fishing.
3.Melakukan rehabilitasi terumbu karang.
4.Membuat alternatife habitat karang sebagai
habitat ikan sehingga daerah karang
alami tidak rusak akibat penangkapan ikan.
5.Mencari akar penyebab dari masing-masing
masalah yang timbul dan mencarikan
solusi yang tepat untuk mengatasinya.
6.Melakukan penegakan hukum mengenai perikanan
khususnya dalam hal pemanfaatan
yang bertanggung jawab.
7.Meningkatkan pengawasan dengan membuat
badabn khusus yang menangani dan
bertanggung jawab terhadap kegiatan illegal
fishing.
Dari ketujuh solusi yang dapat dilakukan, hal
yang paling mendasar untuk diatasi adalah peningkatan kesadaran dan pengetahuan
masyarakat nelayan mengenai illegal. Peningkatan kesadaran ini dapat dilakukan
dengan dilakukannya penyuluhan ke wilayah nelayan, dan pendidikan dari kecil di
sekolah daerah pesisir. Agar betul-betul bisa langsung menyerang akar
permasalahan dan menanamkan kesadaran sejak awal untuk menjaga terumbu karang.
Tapi penyuluhan itu tidak akan dapat bertahan lama jika akar dari semua masalah
itu tidak segera di selesaikan yaitu faktor kemiskinan.
Penanganan nyata lain untuk memperbaiki
ekosistem terumbu karang yang marak dilakukan oleh lembaga pemerintah, swasta
maupun lembaga swadaya masyarakat adalah dengan membudidayakan terumbu karang,
yakni dengan pemasangan terumbu karang buatan (artificial reef) yang
diprakarsai oleh Departemen Kelautan Perikanan. Konservasi terumbu karang
adalah hal yang mutlak, dan tidak dapat ditawar ataupun ditunda karena waktu
tumbuh karang yang lama dan manfaatnya yang begitu besar untuk biota laut
terutama ikan, karenanya bila hasil tangkapan nelayan tidak ingin menurun maka
secara bersama-sama masyarakat harus melindungi kawasan terumbu karang. Untuk
itu diharapkan nelayan atau siapapun juga tak lagi melakukan penangkapan ikan
dengan cara yang merusak. Lebih baik lagi jika sikap tak merusak itu lahir dari
kesadaran sendiri. Meskipun proses penyadaran ini memerlukan waktu, namun harus
dilakukan secara terus menerus oleh semua pihak.
Tapi semua solusi di atas masih kurang
maksimal karena pemerintah yang belum menunjukkan perhatian yang optimal dalam
mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan kawasan pesisir dan lautan
khususnya terumbu karang dan lemahnya penegakan hukum (law enforcement). Tapi
kita tidak bisa terus menunggu hal ini berubah kita semua harus turun tangan
terutama yang peduli. Kita dapat turut mengawasi penegakan hukum, mengawasi
jika terjadi pengerusakan terumbu karang, dan terus menyuarakan dan bertukar
pikiran dengan nelayan akan betapa pentingnya terumbu karang terhadap hasil
tangkapan ikan mereka nanti.
BAB III
KESIMPULAN
Dengan meningkatkan kesadaran nelayan maka
pemikiran nelayan akan terbuka dan nelayan akan mengerti betapa merugikannya
melakukan kegiatan illegal fishing dalam proses penangkapan ikan khususnya pada
daerah karang sehingga kegiatan penangkapan tersebut dapat beralih menjadi
penangkapan yang ramah lingkungan dan menjadikan ekosistem perairan khususnya
ekosistem terumbu karang tempat dimana dilakukannya proses penangkapan
dapat lestari. Peningkatan kesadaran ini dapat dilakukan dengan dilakukannya
penyuluhan ke wilayah nelayan, dan pendidikan dari kecil di sekolah daerah
pesisir. Agar betul-betul bisa langsung menyerang akar permasalahan dan
menanamkan kesadaran sejak awal untuk menjaga terumbu karang.
Walau kesadaran sudah tercipta tapi tetap
tidak akan bertahan lama jika masalah kesejahteraan nelayan tidak segera
ditangani. Oleh sebab itu sangat membutuhkan campur tangan pemerintah
karena memang sudah seharusnya begitu.Dengan adanya bantuan pemerintah yang
tepat sasaran maka peningkatan kesejahteraan nelayan sudah tidak jadi sekedar
impian lagi tapi dapat diwujudkan.
Sekarang tindakan nyata yang dapat dilakukan
untuk mengatasi permasalahan illegal fishing pada ikan-ikan karang khususnya
untuk memperbaiki daerah karang yang rusak adalah dengan melakukan transpalasi
karang ataupun pembuatan terumbu karang buatan. Terumbu karang buatan adalah
suatu struktur yang dibangun untuk menyediakan lingkungan, habitat, sumber
makanan, tempat pemijahan dan asuhan, serta perlindungan pantai sebagaimana
halnya terumbu karang alam.
Karena pemerintah yang belum menunjukkan
perhatian yang optimal dalam mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan
kawasan pesisir dan lautan khususnya terumbu karang dan lemahnya penegakan
hukum (law enforcement). Tapi kita tidak bisa terus menunggu hal ini berubah
kita semua harus turun tangan terutama yang peduli. Kita dapat turut mengawasi
penegakan hukum, mengawasi jika terjadi pengerusakan terumbu karang, dan terus
menyuarakan dan bertukar pikiran dengan nelayan akan betapa pentingnya terumbu
karang terhadap hasil tangkapan ikan mereka nanti. Dengan Terlaksananya semua
hal di atas pasti akan memberikan dampak nyata pada nelayan dan kelestarian
terumbu karang walau mungkin tidak dalam waktu singkat untuk menyelesaikan
masalah ini sepenuhnya.
DAFTAR PUSTAKA :
Satura,gilang.2013.”Kerangka
pembuatan laporan”. Dalam http://gilangdewi.blogspot.com/2013/05/kerangka-pembuatan-laporan.html
Gunadi,gugun.2013.”Pengertian,
tujuan, manfaat dan ciri dari laporan”. Dalam http://bald-gugungondrong.blogspot.com/2013/05/pengertian-tujuan-manfaat-jenis-dan.html
Denditama.2011.”Apa
itu laporan dan macamnya?”. Dalam http://dendiatama.blogspot.com/2011/04/apa-itu-laporan-dan-macamnya.html
Tanpa nama.2010.”Kerusakan terumbu
karang di Jawa Tengah”. Dalam http://rudikiswantoro.blogspot.com/2010/05/kerusakan-terumbu-karang-di-pesisir.html
Tanpa nama.tanpatahun “Terumbu
karang sehat di Maluku”http://hileud.com/terumbu-karang-sehat-di-maluku-tersisa-10-persen.html
Pobersonaibaho.2011.”Kerusakan
ekosistem perairan terumbu karang akibat cara penangkapan illegal”. Dalam http://pobersonaibaho.wordpress.com/2011/05/11/kerusakan-ekosistem-perairan-terumbu-karang-akibat-cara-penangkapan-yang-ilegal/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar